PACITAN – Di tengah bayang-bayang lesunya industri rokok nasional hingga kabar bangkrutnya sejumlah pabrik rokok, petani tembakau di Pacitan justru menunjukkan kisah sukses yang inspiratif. Dengan pengelolaan yang tepat dan kualitas daun tembakau yang terus meningkat, mereka tetap mampu meraup keuntungan dan menjaga stabilitas ekonomi keluarga.
Salah satu petani yang merasakan hasil manis tersebut adalah Suparyanto (49), warga Desa Sedeng. Di tengah ketidakpastian industri hilir, ia justru berhasil menjual hasil panennya dengan harga tinggi.
“Alhamdulillah, tahun ini harga tembakau cukup baik. Banyak pengepul yang tetap mencari tembakau Pacitan karena dikenal punya aroma kuat dan kadar nikotin yang stabil,” ungkap Suparyanto, Minggu (27/7/25).
Tahun ini, luas lahan tembakau di Kabupaten Pacitan mencapai 516,34 hektare, naik dari tahun sebelumnya yang hanya 469,70 hektare. Kenaikan ini menunjukkan antusiasme petani yang tetap tinggi meskipun pasar rokok tengah diterpa badai.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Pacitan, Sugeng Santoso, menyebut bahwa pihaknya terus mendampingi petani agar produksi tetap efisien dan berkualitas.
“Kami sadar tantangan dari sektor hilir cukup besar. Tapi justru di sinilah pentingnya penguatan dari sektor hulu. Petani harus tetap berdaya agar ekonomi lokal tidak goyah,” jelasnya.
Sugeng juga menekankan pentingnya diversifikasi pasar. Menurutnya, tidak semua tembakau harus terserap oleh pabrik rokok besar. Ada peluang lain seperti industri rokok linting tangan skala kecil hingga ekspor bahan baku ke luar negeri.
Namun demikian, ancaman tetap ada. Maraknya peredaran rokok ilegal turut menjadi penyebab sejumlah pabrik resmi kesulitan bertahan. Rokok tanpa cukai dijual murah dan merusak pasar. Pemerintah pun terus menggencarkan operasi pemberantasan rokok ilegal guna melindungi industri yang sah dan, secara tidak langsung, petani tembakau itu sendiri.
Upaya melindungi ekosistem pertanian tembakau juga mendapat dukungan fiskal dari pusat. Tahun 2025, Kabupaten Pacitan menerima Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) sebesar Rp34,78 miliar. Dana ini digunakan untuk berbagai program, seperti bantuan langsung tunai (BLT) bagi petani dan buruh tani tembakau, pelatihan peningkatan kapasitas, hingga pengawasan terhadap barang kena cukai ilegal.
“Satu-satunya cara agar petani tetap untung adalah dengan menjaga kualitas dan menyesuaikan dengan kebutuhan pasar legal. Kami berharap pemerintah terus mendukung melalui kebijakan yang adil serta penyaluran bantuan, termasuk dari DBHCHT,” tambah Suparyanto.
Kisah sukses para petani tembakau Pacitan ini menjadi bukti bahwa di tengah krisis, selalu ada ruang untuk bertahanasal dikelola dengan cerdas dan penuh semangat.